1. Euclid
Euclid (Alexandria) Dalam nya Optica ia mencatat bahwa perjalanan
cahaya dalam garis lurus dan menjelaskan hukum refleksi. Dia
percaya bahwa visi akan melibatkan sinar dari mata ke obyek terlihat dan ia
mempelajari hubungan antara ukuran jelas dari objek dan sudut-sudut yang mereka
subtend di mata. Hero (juga dikenal sebagai Heron) di Alexandria. Dalam karyanya Catoptrica, Hero menunjukkan
dengan metode geometri bahwa jalan sebenarnya yang diambil oleh sebuah sinar
cahaya dipantulkan dari sebuah cermin pesawat yang lebih pendek daripada jalur
tercermin lain yang mungkin diambil antara sumber dan titik pengamatan.
2. Robert
Grosseteste
Robert Grosseteste (Inggris) scholarum. Magister dari Universitas
Oxford dan pendukung pandangan bahwa teori harus dibandingkan dengan observasi,
Grosseteste menganggap bahwa sifat cahaya memiliki arti khusus dalam filsafat
alam dan menekankan pentingnya matematika dan geometri di mereka belajar. Dia
percaya bahwa warna terkait dengan intensitas dan bahwa mereka memperpanjang
dari putih menjadi hitam, putih yang paling murni dan berbaring di luar merah
dengan hitam tergeletak di bawah biru. pelangi itu menduga sebagai akibat refleksi dan
refraksi cahaya matahari oleh lapisan dalam 'awan berair' tapi pengaruh tetesan
individu tidak dianggap.
Dia memegang melihat, bersama dengan orang-orang Yunani sebelumnya,
bahwa visi melibatkan emanasi dari mata ke objek yang dirasakan.
3. Roger
Bacon
Roger Bacon (Inggris).
Seorang pengikut Grosseteste di Oxford, Bacon diperpanjang pekerjaan
Grosseteste di optik.
Ia menganggap bahwa kecepatan cahaya terbatas dan bahwa disebarluaskan
melalui media dengan cara yang analog dengan propagasi suara. Dalam
karyanya Opus Maius, Bacon menggambarkan studinya atas perbesaran benda kecil
dengan menggunakan lensa cembung dan menyarankan agar mereka bisa menemukan
aplikasi di koreksi penglihatan yang rusak. Dia
menghubungkan fenomena pelangi untuk refleksi sinar matahari dari hujan
individu
4.
Al-Kindi (801 M – 873 M)
Ilmuwan
Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah
Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman
baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual.
Secara
lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan
Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk
yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi
penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke
obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
5.
Ibnu Sahl (940
M – 100 M)
Sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu
optik adalah Ibnu Sahl (940 M – 100 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang
matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M,
dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan
cermin dan lensa). Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok
dan lensa membengkok serta titik api cahaya.
Ibnu
Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara
dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk
memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada
di sebuah titik di poros.
6.
Al-Haitham (965
M – 1040 M)
Ilmuwan
Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M – 1040
M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik
dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. “Pencapaian dan
keberhasilannya begitu spektakuler,” puji Turner.
Sang
ilmuwan Muslim ini
meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di
permukaan yang bercahaya.
Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya
melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian
yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan
cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang
penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.
Ia
pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan,
gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan
penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan
ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.
Ibnu
Haytham menyatakan bahwa objek yang dilihat mengeluarkan cahaya yang kemudian
ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Secara
detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf
di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil
bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan
menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia.
Al-Haitham
juga mencetuskan teori lensa pembesar.
7. Kamal Al-Din Al-Farisi (1267 -1319 M)
Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap
buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang
diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu
Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga,
kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.
Salah satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah
komentarnya tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah
teori, tapi al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan
teori Ibnu Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan
al-Farisi sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama
pelangi menggunakan matematika.
Menurut Ibnu Haytham, pelangi merupapakan cahaya matahari
dipantulkan awan sebelum mencapai mata. Teori yang dicetuskan Ibnu Haytham itu
dinilainya mengandung kelemahan, karena tak melalui sebuah penelitian yang
terlalu baik. Al-Farisi kemudian mengusulkan sebuah teori baru tentang pelangi.
Menurut dia, pelangi terjadi karena sinar cahaya matahari dibiaskan dua kali
dengan air yang turun. Satu atau lebih pemantulan cahaya terjadi di antara dua
pembiasan.
Al-Farisi
membuktikan teori tentang pelanginya melalui eksperimen yang luas menggunakan
sebuah lapisan transparan diisi dengan air dan sebuah kamera obscura,"
kata J. J O'Connor, dan E.F. Robertson dalam karyanya bertajuk "Kamal
al-Din Abu'l Hasan Muhammad Al-Farisi". Al-Farisi pun diakui telah memperkenalkan
dua tambahan sumber pembiasan, yaitu di permukaan antara bejana kaca dan air.
Dalam karyanya, al-farisi juga menjelaskan tentang warna pelangi. Ia telah
memberi inspirasi bagi masyarakat fisika modern tentang cara membentuk warna.
Para ahli sebelum al-Farisi berpendapat bahwai warna merupakan
hasil sebuah pencampuran antara gelap dengan terang. Secara khusus, ia pun
melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan penelitian dengan
lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna
terjadi karena superimposition perbedaan bentuk gambar dalam latar belakang
gelap.
"Jika gambar kemudian menembus di dalam, cahaya diperkuat
lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya. Selanjutnya mencampur
gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna gelap dan merah gelap sampai
hilang ketika matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar setelh satu kali
pemantulan," ungkap al-Farisi.
Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar investigasi teori
dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa yang sebelumnya juga telah
dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu yakni, Ibnu Sahl (1000 M) dan Ibnu
al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih al-Manazir , al-Farisi menggunakan
bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah bola, yang diisi dengan air,
untuk mendapatkan percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.
Dia kemudian menempatkan model ini dengan sebuah kamera obscura
yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya.
Dia memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola dan akhirnya dikurangi dengan
beberapa percobaan dan penelitian yang mendetail untuk pemantulan dan pembiasan
cahaya bahwa warna pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi cahaya.
8.
Al Hasan (965-1038 M)
Al
Hasan (965-1038) mengemukakan pendapat bahwa mata dapat melihat benda-benda di
sekeliling karena adanya cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh
benda-benda yang bersangkutan masuk ke dalam mata. Teori ini akhirnya dapat
diterima oleh orang banyak sampai sekarang ini.
9.
Sir Isaac Newton (1642-1727 M)
Sir
Isaac Newton (1642-1727) yang mendukung
pendapat Al Hasan merupakan ilmuwan berkebangsaan Inggris yang mengemukakan
pendapat bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat
kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat besar. Bila
partikel-partikel ini mengenai mata, maka manusia akan mendapat kesan melihat
benda tersebut.
Tabel
Opticks
Alasan
dikemukakanya teori ini adalah sebagai berikut:
- Karena partikel cahaya sangat ringan dan berkecepatan tinggi maka cahaya dapat merambat lurus tanpa terpengaruh gaya gravitasi bumi.
- Ketika cahaya mengenai permukaan yang halus maka cahaya akan akan dipantulkan dengan sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul sehingga sesuai dengan hukum pemantulan Snellius. Peristiwa pemantulan ini dijelaskan oleh Newton dengan menggunakan bantuan sebuah bola yang dipantulkan di atas bidang pantul.
- Alasan berikutnya adalah pada peristiwa pembiasan cahaya yang disamakan dengan peristiwa menggelindingnya sebuah bola pada papan yang berbeda ketinggian yang dihubungkan dengan sebuah bidang miring. Dari permukaan yang lebih tinggi bola digelindingkan dan akan terus menggelinding melalui bidang miring sampai akhirnya bola akan menggelinding di permukaan yang lebih rendah. Jika diamati perjalanan bola, maka sebelum melewati bidang miring lintasan bola akan membentuk sudut α terhadap garis tegak lurus pada bidang miring. Setelah melewati bidang miring lintasan bola akan membentuk sudut β terhadap garis tegak lurus pada bidang miring. Jika permukaan atas dianggap sebagai udara dan permukaan bawah dianggap sebagai air serta bidang miring merupakan batas antara udara dan air, gerak bola dianggap sebagai jalannya pembiasan cahaya dari udara ke air, maka Newton menganggap bahwa kecepatan cahaya dalam air lebih besar dari pada kecepatan cahaya dalam udara.
10.
Jean Focault (1819 – 1868 M)
Jean
Focault (1819 - 1868) melakukan percobaan tentang pengukuran kecepatan cahaya
dalam berbagai medium. Dalam percobaannya Jeans Focault mendapatkan kesimpulan
bahwa kecepatan cahaya dalam air lebih kecil dari pada kecepatan cahaya dalam
udara.
11.
Christian Huygens (1629-1695 M)
Menurut
Christian Huygens (1629-1695) seorang ilmuwan berkebangsaan Belanda, bahwa
cahaya pada dasarnya sama dengan bunyi dan berupa gelombang. Perbedaan cahaya
dan bunyi hanya terletak pada panjang gelombang dan frekuensinya.
Pada teori ini Huygens menganggap bahwa setiap titik pada sebuah muka gelombang dapat dianggap sebagai sebuah sumber gelombang yang baru dan arah muka gelombang ini selalu tegak lurus tehadap muka gelombang yang bersangkutan.
Pada teori ini Huygens menganggap bahwa setiap titik pada sebuah muka gelombang dapat dianggap sebagai sebuah sumber gelombang yang baru dan arah muka gelombang ini selalu tegak lurus tehadap muka gelombang yang bersangkutan.
Pada
teori Huygens ini peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, ataupun
difraksi cahaya dapat dijelaskan secara tepat, namun dalam teori Huygens ada
kesulitan dalam penjelasan tentang sifat cahaya yang merambat lurus.
12.
James Clerk Maxwell (1831 - 1879)
Percobaan
James Clerk Maxwell (1831 - 1879) seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris
(Scotlandia) menyatakan bahwa cepat rambat gelombang elektromagnetik sama
dengan cepat rambat cahaya yaitu 3×108 m/s, oleh karena itu Maxwell
berkesimpulan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Kesimpulan
Maxwell ini di dukung oleh:
- Seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Heinrich Rudolph Hertz (1857 - 1894) yang membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik merupakan gelombang tranversal. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala polarisasi.
- Percobaan seorang ilmuwan berkebangsaan Belanda, Peter Zeeman (1852 - 1943) yang menyatakan bahwa medan magnet yang sangat kuat dapat berpengaruh terhadap berkas cahaya.
- Percobaan Stark (1874 - 1957), seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman yang mengungkapkan bahwa medan listrik yang sangat kuat dapat mempengaruhi berkas cahaya.
13.
Max Karl Ernst Ludwig Planck (1858 – 1947 M)
Teori
kuantum pertama kali dicetuskan pada tahun 1900 oleh seorang ilmuwan
berkebangsaan Jerman yang bernama Max Karl Ernst Ludwig Planck (1858 - 1947).
Dalam
percobaannya Planck mengamati sifat-sifat termodinamika radiasi benda-benda
hitam hingga ia berkesimpulan bahwa energi cahaya terkumpul dalam paket-paket
energi yang disebut kuanta atau foton. Dan pada tahun 1901 Planck
mempublikasikan teori kuantum cahaya yang menyatakan bahwa cahaya terdiri dari
peket-paket energi yang disebut kuanta atau foton. Akan tetapi dalam teori ini
paket-paket energi atau partikel penyusun cahaya yang dimaksud berbeda dengan
partikel yang dikemukakan oleh Newton . Karena foton tidak bermassa sedangkan
partikel pada teori Newton memiliki massa.
14.
Albert Einstein
Pernyataan
Planck ternyata mendapat dukungan dengan adanya percobaan Albert Einstein pada
tahun 1905 yang berhasil menerangkan gejala fotolistrik dengan menggunakan
teori Planck. Fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron dari suatu
logam yang disinari dengan panjang gelombang tertentu. Akibatnya percobaan
Einstein justru bertentangan dengan pernyataan Huygens dengan teori
gelombangnya.Pada efek fotolistrik, besarnya kecepatan elektron yang terlepas
dari logam ternyata tidak bergantung pada besarnya intensitas cahaya yang
digunakan untuk menyinari logam tersebut. Sedangkan menurut teori gelombang seharusnya
energi kinetik elektron bergantung pada intensitas cahaya.
15.
Maxwell
Inti
teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah:
a.
Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan
magnet.
b.
Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Cepat
rambat gelombang ) dan permeabilitas & elektromagnetik
(c) tergantung dari permitivitas ( (μ) zat.
Menurut
Maxwell, kecepatan rambat gelombang elektromagnetik dirumuskan sebagai berikut:
Ternyata
perubahan medan listrik menimbulkan medan magnet yang tidak tetap besarannya
atau berubah-ubah. Sehingga perubahan medan magnet tersebut akan menghasilkan
lagi medan listrik yang berubah-ubah.
Proses
terjadinya medan listrik dan medan magnet berlangsung secara sama dan menjalar
kesegala arah. Arah getar vektor medan-bersama
listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Jadi gelombang elektromagnetik
adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik
secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet
saling tegak lurus.
Dari seluruh teori-teori cahaya yang muncul dapat
disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat dual (dualisme cahaya) yaitu cahaya
dapat bersifat sebagai gelombang untuk menjelaskan peristiwa interferensi dan
difraksi tetapi di lain pihak cahaya dapat berupa materi tak bermassa yang
berisikan paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton sehingga dapat
menjelaskan peristiwa efek fotolistrik.
16. Wilhelm Conrad Röntgen (1845-1923 M)
Wilhelm Conrad Röntgen ialah fisikawan Jerman.
Pada tahun 1895, saat mengadakan
percobaan dengan aliran arus listrik dan tabung gelas yang dikosongkan sebagian
(tabung sinar katode), Rontgen mengamati bahwa potongan
barium platinosianida yang berdekatan melepaskan sinar saat tabung itu
dioperasikan. Ia merumuskan teori bahwa saat sinar katode (elektron) menembus dinding gelas
tabung, beberapa radiasi yang tak diketahui
terbentuk yang melintasi ruangan, menembus bahan kimia, dan menyebabkan fluoresensi. Pengamatan lebih lanjut
mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan aluminum, di antara bahan lain,
transparan pada bentuk baru radiasi ini. Ia menemukan bahwa itu mempengaruhi plat fotografi, dan, sejak tidak secara nyata
menunjukkan beberapa sifat cahaya, seperti refleksi atau refraksi, secara salah ia berpikir
bahwa sinar itu tak berhubungan pada cahaya. Dalam pandangan pada sifat tak
pasti itu, ia menyebut fenomena radiasi X, walau juga dikenal sebagai radiasi Rontgen. Ia mengambil fotografi sinar-X pertama, dari bagian
dalam obyek logam dan tulang tangan istrinya.
17. Rene Descartes (1596-1650 M)
Di desa La Haye-lah tahun
1596 lahir jabang bayi Rene Descartes, filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang
tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche.
Descartes menjelaskan
hukum pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord
Snell). Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik,
melukiskan fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan
teori cahaya yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan
dirumuskan oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan
ihwal meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta
penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap
pendapat bahwa panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan
tepat dia menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern.
(Tetapi, pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan
orang-orang lain). Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang
paling penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang
geometri analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika,
dan menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus.
18.
Christiaan Huygens
Christiaan Huygens (Belanda). Dalam komunikasi dengan Academie des Science di
Paris, dikemukakan teori gelombang Huygens itu cahaya (terbit dalam karyanya Traite
de Lumiere pada tahun 1690). Ia menganggap bahwa cahaya ditransmisikan
melalui-eter meresapi semua yang terdiri dari partikel elastik kecil,
masing-masing dapat bertindak sebagai sumber sekunder wavelet. Atas dasar
ini, Huygens banyak menjelaskan karakteristik propagasi dikenal cahaya,
termasuk refraksi ganda dalam kalsit ditemukan oleh Bartholinus.
19.
Witelo
Witelo (Silesia).
Menyelesaikan Perspectiva yang ditakdirkan untuk tetap menjadi
teks standar pada optik selama beberapa abad. Diantara
hal-hal lain, Witelo dijelaskan metode machining cermin parabolik dari besi dan
dilakukan pengamatan yang cermat pada pembiasan. Dia
mengakui bahwa sudut refraksi tidak sebanding dengan sudut datang tapi tidak
menyadari refleksi internal total
20.
Theodoric
Theodoric (Dietrich) dari Freiberg. Theodoric
menjelaskan pelangi sebagai konsekuensi dari refraksi dan refleksi internal
individu dalam hujan.
Dia memberi penjelasan atas munculnya primer dan sekunder busur tetapi,
berikut gagasan sebelumnya, ia menganggap warna muncul dari kombinasi dari
kegelapan dan kecerahan dalam proporsi yang berbeda
21.
Johannes Kepler
Johannes Kepler (Jerman). Dalam bukunya Iklan Vitellionem Paralipomena,
Kepler menyarankan bahwa intensitas cahaya dari sumber titik berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber, bahwa cahaya dapat diperbanyak
melalui jarak yang tak terbatas dan bahwa kecepatan propagasi yang tak
terbatas. Dia
menjelaskan visi sebagai konsekuensi dari pembentukan sebuah gambar pada retina
oleh lensa mata dan benar menggambarkan penyebab panjang-sightedness dan
kepicikan. Dalam karyanya Dioptrice,
Kepler disajikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang terlibat dalam
mikroskop lensa konvergen divergen / dan teleskop. Dalam
risalah yang sama, ia menyarankan agar teleskop bisa dibangun dengan tujuan
konvergen dan lensa mata konvergen dan menggambarkan kombinasi lensa yang
nantinya akan menjadi dikenal sebagai lensa tele. Ia
menemukan pantulan internal total, namun tidak dapat menemukan hubungan yang memuaskan
antara sudut datang dan sudut bias.
22.
Francesco Maria Grimaldi
Francesco Maria Grimaldi (ItaliaDalam sebuah buku berjudul Fisika
Mathesis de lumine, coloribus et iride diterbitkan secara anumerta,'s
pengamatan Grimaldi dari difraksi ketika ia melewati cahaya putih melalui
diafragma kecil digambarkan.
Grimaldi menyimpulkan bahwa cahaya adalah cairan yang seperti
gelombang-gerakan pameran.
23.
Robert Hooke
Robert Hooke (Inggris).
Dalam risalah itu, Micrographia, Hooke menggambarkan pengamatan
dengan mikroskop senyawa memiliki konvergen lensa objektif dan lensa mata
konvergen. Dalam
kerja sama itu, dia menjelaskan pengamatannya di warna diproduksi dalam serpih
dari mika, gelembung sabun dan film minyak di atas air. Dia diakui
bahwa warna dihasilkan serpih mika berkaitan dengan ketebalan mereka tetapi
tidak mampu membangun hubungan yang pasti antara ketebalan dan warna. Hooke
menganjurkan teori gelombang untuk propagasi cahaya .
24.
Etienne Louis Malus
Etienne Louis Malus (Perancis). Sebagai hasil pengamatan cahaya yang dipantulkan
dari jendela Luxembourg Palais di Paris melalui kristal kalsit karena diputar,
Malus menemukan efek yang kemudian mengarah pada kesimpulan bahwa cahaya dapat
terpolarisasi oleh refleksi
25.
Etienne Louis Malus
Sebagai hasil dari investigasi oleh Fresnel dan Francois Dominique Arago
pada interferensi cahaya terpolarisasi dan interpretasi selanjutnya mereka oleh
Etienne Louis Malus, disimpulkan bahwa gelombang cahaya yang melintang dan
tidak, seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, longitudinal
26.
JL Foucault
JL Foucault (Perancis).
Foucault menentukan kecepatan cahaya di udara dengan menggunakan metode
cermin berputar.
Memperoleh nilai 298.000 km.s -1. Pada tahun yang sama,
Foucault menggunakan metode cermin berputar untuk mengukur kecepatan cahaya
dalam air diam dan menemukan bahwa itu kurang dari di udara
27.
HL Fizeau
HL Fizeau (Perancis).
Melakukan percobaan untuk menentukan apakah kecepatan cahaya dalam air
dipengaruhi oleh aliran air.
Ia menemukan bahwa itu adalah, perubahan dalam kecepatan cahaya menjadi
sekitar setengah kecepatan air mengalir
28.
Robert Wilhelm Bunsen dan Gustav Kirchoff
Robert Wilhelm Bunsen dan Gustav Kirchoff mengamati
spektrum emisi logam alkali dalam api dan juga mencatat adanya garis-garis
gelap yang timbul dari penyerapan ketika mengamati spektrum dari sumber cahaya
terang melalui api.
Asal dari garis-garis gelap itu mirip dengan garis-garis gelap dalam
spektrum matahari diamati oleh Wollaston dan Fraunhofer dan dikaitkan dengan
penyerapan cahaya oleh gas di atmosfer matahari yang lebih dingin dibandingkan
yang memancarkan cahaya.
29.
James Clerk Maxwell
James Clerk Maxwell (Skotlandia). Dari studi
tentang persamaan menggambarkan medan listrik dan magnetik, ditemukan bahwa
kecepatan gelombang elektromagnetik harus, dalam kesalahan eksperimental, sama
dengan kecepatan cahaya.
Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah suatu bentuk gelombang
elektromagnetik
30.
Lord Rayleigh
Lord Rayleigh (Inggris).
Dijelaskan warna biru langit dan matahari terbenam merah sebagai akibat
hamburan cahaya biru istimewa oleh molekul di atmosfer bumi.
31.
Thomas Young (1773 - 1829) dan Agustin Fresnel (1788 -
1829)
Menyatakan
bahwa cahaya dapat melentur dan berinterferensi dan peristiwa ini tidak dapat
di terangkan oleh teori emisi Newton.
32.
Albert Abraham Michelson (1852 - 1931) dan Edward Morley
(1838 - 1923)
Mereka
membuktikan bahawa Eter (merupakan medium merambatnya cahaya) sebenarnya tidak
ada.apabila ada akibat gerak translasi bumi akan menimbulkan angin Eter yang
dapat mempengaruhi berkas cahaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Wilhelm_Conrad_R%C3%B6ntgen
http://media.isnet.org/iptek/100/Descartes.html
http://rosyid.blog.uns.ac.id/2010/01/07/penemuan-gelombang-elektromagnetik/
http://sidikpurnomo.net/sejarah-gelombang-elektromagnetik.html
http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1256346247
http://www.gaulislam.com/meneropong-dunia-dengan-ilmu-optik
http://esqmagazine.com/khazanah/2010/02/04/1378/kontribusi-fisikawan-muslim-untuk-peradaban-dunia.html
http://esqmagazine.com/khazanah/2010/02/04/1378/kontribusi-fisikawan-muslim-untuk-peradaban-dunia.html
0 komentar:
Posting Komentar